07/11/11

Nilam

Awalnya kau melintas
di terasku yang sepertinya terlampau cadas
untuk digetas seutas paras.

Lalu kau menetes
menjelma sungai yang mewadah ribuan kisah
tak kenal salah

10/10/11

Candaka

Sulit dipercaya. Mereka orang-orang tangguh. Semuanya pendekar hebat. Semuanya, juga, pembunuh bayaran profesional. Tapi Candaka rupanya lebih dari sekedar hebat. Ia baru saja menghabisi mereka semua dalam waktu singkat. Tidak lebih dari sepuluh detik.
Sekarang ia menatapku.
”Pergilah, Kamarastra!” ia berkata. ”Mengingat pertemanan kita, aku tak ingin membunuhmu.”
”Begitu?”
”Jangan berlagak bodoh! Kau tak pernah bisa menang dariku.”
Aku benci mengakuinya, tapi ia benar. Bahkan dulu aku tak pernah bisa mengalahkannya. Sekarang, mengimbanginya pun rasanya akan sangat sulit. Mungkin malah mustahil.

Selumer Keju

Aku menikahimu sebagai sanksi

atas mimpi seintim madu

cinta sekeras batu, dan

gelisah sedekat waktu

09/10/11

Bulan Pualam

Begitu banyak orang berharap
Agar malam cepat mengilang
Ditelan bulan.

Ahh sayang,
Malam masih terlalu pualam
Sekedar untuk disulam.

Sedang hari mengharap usang
Agar tak lagi pudar, Sama seperti cadar
Menutup perawan

06/10/11

Panggungan

Boneka itu begitu mirip denganmu
namun begitu melebihimu.

Seorang penyair dari Lebanon
menjadikannya selembut dara, selicin ular,
seanggun merak, senyalang serigala, seelok angsa,
menyandang pula gaun malam pemberian para dewa.

05/10/11

Anomali

:mai

Dirimu selalu hijau, sehijau kolam yang kau sematkan
padaku. Kolam yang membuatku menyimpanmu dalam
salah satu mataku.

Setiap malam aku menjengukmu di situ. Menyusun lagi
seluruh minggu yang jatuh di punggungmu: panggung-panggung
yang kerap menyandungku.

19/02/11

Musik?

”Musik itu Jahat!”

Begitulah kata temanku dulu. Kata-kata yang kembali menggelitikku saat menonton tingkah dua mahluk berjudul Remi dan Boni.
Remi terus mengomel. Mengomeli permainan gitar Boni yang menurutnya nyleneh dan sudah melenceng jauh dari yang semestinya. Boni sendiri dengan santai membela diri, berdalih bahwa ia hanya mencoba melakukan improvisasi.
”Improvisasi itu boleh-boleh saja Bon... tapi yang kau lakukan itu sama saja dengan mengubah lagu aslinya!”
”Lho, apa salahnya? Sekarang ini, yang namanya ’mengubah’ sesuatu itu kan sudah lumrah. Lagu rock bisa berubah jadi pop. Yang pop bisa jadi dangdut. Otomatis, yang rock juga bisa dong jadi dangdut!”
”Iya... tapi—”

Lihatlah bagaimana musik menjerumuskan dua mahluk tak berdosa itu dalam sebuah perang sengit bertajuk debat yang seolah tak akan pernah berakhir.
Jahat bukan?

20/01/11

Kenanga

Seandainya kini ateis. Maka agama ini hanya warisan ayah-ibu. Untuk apa mewarisi omong kosong berkepanjangan tentang hal-hal absen dari indera kita? Ateisme berarti mandiri dan menjadi ateis berarti percaya diri. Semua bertumpu pada kemampuan diri atau seluruh populasi manusia secara bersamaan.
Tidak mungkin! Darimana pengetahuan hadir menemui akal kita? Dulunya pengetahuan ini kosong. Seperti mesin penggiling, akal kitalah yang menerjemahkan semua rekaman inderawi. Darimana fenomena itu menemui tubuh yang sadar bisa diurai menjadi sangat panjang, kalau mau.

17/01/11

Arus Utama

Kami bertemu di sebuah warung kopi di pinggir jalan. Saat itu hujan deras dan kami terjebak di sana. Laki-laki itu membawa sebuah tas yang saya yakin isinya sebuah gitar akustik. Seorang musisi, pikir saya. Ia mungkin menduga hujan akan berlangsung lama, karena itu ia memesan secangkir kopi panas kedua.
Kami duduk berseberangan meja di bagian dalam warung khusus lesehan bagi pengunjung yang ingin duduk santai, sekadar bersila, atau berselonjor kaki. Gemuruh hujan membuat saya merasa nyaman. Tapi, musik yang mengalun membuat saya pusing. Kalau dari dalam, musik RnB itu terdengar lebih samar.

Surat untuk “Bayi”

Diawali karena sesuatu yang tak kusuka menjadi memaksakan menjadi suka, akibatnya saya harus memaksakan menulis sesuatu tentang sesuatu yang tak kusuka itu pula. Terpaksa harus pura-pura suka untuk menutupi rasa ketidaksukaan terhadap orang lain juga belum tentu suka. Entah mengapa saya lebih tertarik menulis sesuatu yang kebanyakan orang tak suka, tentang ketidakadilan dan keserakahan segilintir manusia yang tak lagi manusiawi, tak berlebihan kalo saya mengatakan pemakan daging manusia.

13/01/11

Mimpi dan Dendam

“Edan! 2011 Gayus tambah edan! Sekali lagi ketahuan leha-leha di luar tahanan. Bukan di Bali, kali ini ke luar negeri. Sama istrinya, apalagi. Wah, wah... gawat nih orang: bandel seperti kecoak!” kira-kira begitu salah satu komentar seorang laki-laki setengah baya yang duduk di dekat saya usai membaca koran yang memuat berita tentang Gayus baru-baru ini di sebuah warung, semalam.
Kecoak binatang yang bandel benar. Kalau diusir malah mendekat, kalau tidak diusir, eeh... malah kebablasan masuk kutang dan celana dalam. Konon, beberapa penelitian menyebutkan kecoa merupakan satu-satunya serangga—mungkin satu-satunya binatang, yang tetap hidup setelah terjadi ledakan nuklir yang dahsyat dan memorak-porandakan sebuah wilayah. Bandel toh?