Aku menikahimu sebagai sanksi
atas mimpi seintim madu
cinta sekeras batu, dan
gelisah sedekat waktu
Mawar tetap mekar
namun, tembikar telah pecah
mungkin alam mengutuk,
semesta menyumpah
langit dan bumi
sebentuk penjara yang fana:
”cinta tak pernah peduli,
sebab sanksi memang duri!”
Sayang,
aku mencintaimu sekeras batu
menjawab gelisah itu
selumer keju.
Aku terus mendamba
menguburnya ke dasar baka
mencekiknya dulu
membakarnya lalu, hingga abu
dan kayu
mencaci api yang semena-merdu
berkomplot dengan waktu
Ingat,
aku meminangmu di antara bata
kerikil dan gragal di lintasan kata, lantas
kalimatmu bertamasya
menjadikan semen dan kawat
tersusun nyata, terpatri
dalam imajinasi dan tawa
menggelak di reruntuhan tembok baja
menjadikannya elastis
plastis, membiarkan cinta
menggelantung secara magis
Tidak ada komentar:
Posting Komentar