20/01/11

Kenanga

Seandainya kini ateis. Maka agama ini hanya warisan ayah-ibu. Untuk apa mewarisi omong kosong berkepanjangan tentang hal-hal absen dari indera kita? Ateisme berarti mandiri dan menjadi ateis berarti percaya diri. Semua bertumpu pada kemampuan diri atau seluruh populasi manusia secara bersamaan.
Tidak mungkin! Darimana pengetahuan hadir menemui akal kita? Dulunya pengetahuan ini kosong. Seperti mesin penggiling, akal kitalah yang menerjemahkan semua rekaman inderawi. Darimana fenomena itu menemui tubuh yang sadar bisa diurai menjadi sangat panjang, kalau mau.

17/01/11

Arus Utama

Kami bertemu di sebuah warung kopi di pinggir jalan. Saat itu hujan deras dan kami terjebak di sana. Laki-laki itu membawa sebuah tas yang saya yakin isinya sebuah gitar akustik. Seorang musisi, pikir saya. Ia mungkin menduga hujan akan berlangsung lama, karena itu ia memesan secangkir kopi panas kedua.
Kami duduk berseberangan meja di bagian dalam warung khusus lesehan bagi pengunjung yang ingin duduk santai, sekadar bersila, atau berselonjor kaki. Gemuruh hujan membuat saya merasa nyaman. Tapi, musik yang mengalun membuat saya pusing. Kalau dari dalam, musik RnB itu terdengar lebih samar.

Surat untuk “Bayi”

Diawali karena sesuatu yang tak kusuka menjadi memaksakan menjadi suka, akibatnya saya harus memaksakan menulis sesuatu tentang sesuatu yang tak kusuka itu pula. Terpaksa harus pura-pura suka untuk menutupi rasa ketidaksukaan terhadap orang lain juga belum tentu suka. Entah mengapa saya lebih tertarik menulis sesuatu yang kebanyakan orang tak suka, tentang ketidakadilan dan keserakahan segilintir manusia yang tak lagi manusiawi, tak berlebihan kalo saya mengatakan pemakan daging manusia.